Masa Depan Kita, Kita yang Menentukan!

in #indonesia7 years ago (edited)

IMG-20180322-WA0007.jpg

Orasi Kebudayaan(?) ini saya bacakan saat Konser Apache 13 di Bale Gadeng




Aceh yang sekarang adalah Aceh yang sudah memasuki era baru, kita menyebutnya Aceh Post-tsunami. Kita sudah lama kehilangan Aceh yang dulu pernah menjadi pusat peradaban asia tenggara.

Pasca Belanda mendeklarasikan perang pada 26 maret 1873, yang beberapa hari lagi tepat berusia 145 tahun, Aceh terus berjuang untuk keluar dari kecamuk perang.

Belanda kabur Jepang datang
Jepang kandas Aceh saling menumpas dalam Perang Cumbok
Disambung dengan peristiwa Darul Islam
berlanjut lagi ke Aceh Merdeka.
Lebih dari satu abad Aceh terus berkecamuk. Peradaban kita telah runtuh, terbenam bersama gerakan intelektualnya.

Sudah cukup kita mengenang Sultan Iskandar Muda
lupakan sejenak kehebatan Laksamana Keumalahayati
tidak ada lagi perdebatan intelek antara Hamzah Fansuri dan Nuruddin Ar-Raniry
jangan bertanya lagi dimana kekuatan Hikayat Prang Sabi.

Aceh hari ini adalah tanggung jawab kita bersama. Kemana akan kita bawa?
Perang senjata telah usai
perang pemikiran dan perang kebudayaan adalah suatu keniscayaan.

Kita memiliki satu senjata besar yang bernama bonus demografi. Aceh beberapa waktu ke depan adalah Aceh yang penuh dengan anak muda. Namun, untuk apa jumlah yang besar jika kualitas tidak ada. Inilah tugas kita bersama. Diaspora Aceh, teristimewa di Yogyakarta, adalah aset besar untuk merengkuh masa depan.

Gerakan literasi adalah kunci. Anak muda mulailah memantaskan diri. Jadikan kata sebagai senjata. Masuklah ke dalam ruang-ruang dialektika. Asahlah otak agar mampu berfikir. Mengayun zikir menantang fikir.

Kejayaan Aceh di masa lalu tidak hadir dengan instan. Ia dibangun di atas fondasi yang kokoh. Fondasi yang erat dengan literasi, yang terus bergulat dengan dunia kitab. Dikawal para pemikir, para filosof hadir di tengah-tengah masyarakat.

Kita disini tidak cukup bermodalkan kelas-kelas kuliah. Kita harus menciptakan sendiri ruang-ruang di luar kampus. Harus mulai bergulat dengan buku. Agar mampu menumpas lawan dengan kekayaan gagasan. Tidak cukup dengan hanya bermodalkan sentimen. Karena argumen adalah pangkal dari sebuah pertarungan.

Datangnya @apache13 hari ini adalah mengajak kita bangkit untuk belajar
bukan tenggelam dalam euforia hedonisme
dari @apache13 kita perlu belajar bahwa kejayaan memerlukan waktu untuk berproses, karena sekali lagi, kejayaan tidak datang dalam bentuk yang instan.

Anak Muda!!!
Renungkanlah...
Masa depan Aceh
Di tangan kita semua!!!

Yogyakarta, 21 Maret 2018


Tuah Sigö, Fadhli Espece | @cucoraja
Tubôh Lam Rantoe Hate Lam Nanggroe

Sort:  

Narasi yang kuat, saya menikmati tulisan ini. Mantap

terima kasih sudah mampir

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by cucoraja from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.